Farewell My Uncle
Do you still remember my story on this blog when I was 25 years old? (https://rinda-widiana.blogspot.com/search?q=bi+eneng) It's about a tough woman who is an inspiration in my life. When I was young, I observed my uncle and aunt dating, getting married (I became their bridemaid at around 5 years old), having children (sadly, their son passed away before reaching 1 year old), and later having two daughter. Through them, I was became an eyewitness what it means to be dedicated parents who fight for their children.
Now, my uncle (Bi Neng's husband), has passed away at the age of 61 due to lung cancer. The loss is deeply felt, as he was the last surviving younger brother of my late father. Losing him felt similar to losing my own father, especially witnessing the profound sorrow of his child. Memories of his daily habits, such as opening the gate for his child returning from work, mirrored those of habit my father. That brief moment truly touched my heart and made me realize the significance of losing a father. And Bi Neng, she was willing to lose half of his soul. When death approached, Bi Neng was next to his uncle, to mention the name of Allah. Then, before the husband left, he just said 'It's okay to be alone because I can't stand it anymore' (due to tightness in my lungs making it difficult to breathe).
This experience has taught me that life is fleeting. It seems like just yesterday I was a child, but now, one by one, they are leaving. And also i was learning about the life of a husband and wife who have gone through difficult and happy times together, grew old together, and were only separated by death. Death is an inescapable reality, but the lessons we glean from it remain our prerogative.
Farewell, Uncle Undang Prijatna Bin Eza Miharja. Thank you for teaching a valuable lesson of life. Happy gathering with your extended family. Give my regards to Papah and Mamah.
Masih Ingat dengan cerita saya di blog ini saat usia sy 25 tahun ----) https://rinda-widiana.blogspot.com/search?q=bi+eneng. Wanita tangguh yang menjadi salah satu inspirasi dalam hidup saya. Dari mulai saya kecil saya menyaksikan saat Paman dan Bibi saya ‘pacaran’, menikah (saya menjadi pagar ayunya, mungkin sekitar umur 5 tahun), mempunyai anak (dan anak laki2nya meninggal dunia di usia belum ganjil1 tahun), membersamai dua anak perempuannya sampai besar. Dari mereka saya seperti saksi hidup bagaimana menjadi orang tua yang struggle untuk anak-anaknya.
Kini yang terjadi, paman saya (suami Bi Neng) telah meninggal dunia di usianya yang ke 61 tahun karena sakit tumor paru-paru. Sedih rasanya, karena dia adalah adik Alm Papah saya satu-satunya yang tersisa. Kehilangannya sama seperti kehilangan Alm Papah, terutama melihat anak perempuannya yang menangis terus, katanya banyak kebiasaan Beliau yang dilakukan ketika hidup. Seperti membukakan gerbang rumah ketika akan anaknya pulang kerja. Kebiasaan sang paman, sama persis dengan kakanya (Alm Ayah saya). Menurut saya, moment kecil itu sangat membekas di hati dan mengharukan. Sehingga saya paham betul rasanya kehilangan ayah. Dan Bi Neng sendiri, dia telah ikhlas kehilangan separuh jiwanya. Saat kematian menghampiri, Bi Neng ada disebelah sang paman sambil melantunkan dzikir. Lalu sebelum suaminya pergi, dia hanya mengucapkan...Tidak apa-apa yah sendirian, karena saya sudah tidak kuat (karena sesak di paru-paru sehingga kesulitan bernafas) Saya belajar banyak, bahwa hidup ini benar-benar singkat. Rasanya baru kemarin jadi anak kecil, tapi sekarang satu per satu mulai meninggalkan. Kisah pembelajaran kehidupan suami istri yang telah melalui hidup susah senang bersama, menua bersama, dan hanya dipisahkan oleh kematian. Kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari, tetapi mengambil hikmah darinya adalah pilihan kita.
Selamat jalan Mang Undang Prijatna bin Eza Miharja. Terima kasih telah memberikan Pelajaran Hidup. Selamat berkumpul dengan keluarga besar. Salam untuk Papah dan Mamah
Now, my uncle (Bi Neng's husband), has passed away at the age of 61 due to lung cancer. The loss is deeply felt, as he was the last surviving younger brother of my late father. Losing him felt similar to losing my own father, especially witnessing the profound sorrow of his child. Memories of his daily habits, such as opening the gate for his child returning from work, mirrored those of habit my father. That brief moment truly touched my heart and made me realize the significance of losing a father. And Bi Neng, she was willing to lose half of his soul. When death approached, Bi Neng was next to his uncle, to mention the name of Allah. Then, before the husband left, he just said 'It's okay to be alone because I can't stand it anymore' (due to tightness in my lungs making it difficult to breathe).
This experience has taught me that life is fleeting. It seems like just yesterday I was a child, but now, one by one, they are leaving. And also i was learning about the life of a husband and wife who have gone through difficult and happy times together, grew old together, and were only separated by death. Death is an inescapable reality, but the lessons we glean from it remain our prerogative.
Farewell, Uncle Undang Prijatna Bin Eza Miharja. Thank you for teaching a valuable lesson of life. Happy gathering with your extended family. Give my regards to Papah and Mamah.
Masih Ingat dengan cerita saya di blog ini saat usia sy 25 tahun ----) https://rinda-widiana.blogspot.com/search?q=bi+eneng. Wanita tangguh yang menjadi salah satu inspirasi dalam hidup saya. Dari mulai saya kecil saya menyaksikan saat Paman dan Bibi saya ‘pacaran’, menikah (saya menjadi pagar ayunya, mungkin sekitar umur 5 tahun), mempunyai anak (dan anak laki2nya meninggal dunia di usia belum ganjil1 tahun), membersamai dua anak perempuannya sampai besar. Dari mereka saya seperti saksi hidup bagaimana menjadi orang tua yang struggle untuk anak-anaknya.
Kini yang terjadi, paman saya (suami Bi Neng) telah meninggal dunia di usianya yang ke 61 tahun karena sakit tumor paru-paru. Sedih rasanya, karena dia adalah adik Alm Papah saya satu-satunya yang tersisa. Kehilangannya sama seperti kehilangan Alm Papah, terutama melihat anak perempuannya yang menangis terus, katanya banyak kebiasaan Beliau yang dilakukan ketika hidup. Seperti membukakan gerbang rumah ketika akan anaknya pulang kerja. Kebiasaan sang paman, sama persis dengan kakanya (Alm Ayah saya). Menurut saya, moment kecil itu sangat membekas di hati dan mengharukan. Sehingga saya paham betul rasanya kehilangan ayah. Dan Bi Neng sendiri, dia telah ikhlas kehilangan separuh jiwanya. Saat kematian menghampiri, Bi Neng ada disebelah sang paman sambil melantunkan dzikir. Lalu sebelum suaminya pergi, dia hanya mengucapkan...Tidak apa-apa yah sendirian, karena saya sudah tidak kuat (karena sesak di paru-paru sehingga kesulitan bernafas) Saya belajar banyak, bahwa hidup ini benar-benar singkat. Rasanya baru kemarin jadi anak kecil, tapi sekarang satu per satu mulai meninggalkan. Kisah pembelajaran kehidupan suami istri yang telah melalui hidup susah senang bersama, menua bersama, dan hanya dipisahkan oleh kematian. Kematian adalah hal yang tidak bisa dihindari, tetapi mengambil hikmah darinya adalah pilihan kita.
Selamat jalan Mang Undang Prijatna bin Eza Miharja. Terima kasih telah memberikan Pelajaran Hidup. Selamat berkumpul dengan keluarga besar. Salam untuk Papah dan Mamah
Comments
Post a Comment